Foto/dok. LIPI  

nusakini.com - Alih teknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur berupa penerapan Pupuk Organik Hayati (POH) berhasil mendorong peningkatan hasil pertanian wilayah tersebut, khususnya padi. Lihat saja, berkat peralihan penggunaan pupuk dari kimia ke hayati (hasil teknologi LIPI) oleh petani Ngawi dalam beberapa tahun terakhir, hasilnya adalah panen meningkat sekitar 20% hingga 30% dari semula.

Plt Deputi Bidang Jasa Ilmiah LIPI, Mego Pinandito menuturkan, LIPI memiliki tanggung jawab untuk berpartisipasi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satunya melalui pengaplikasian hasil penelitian LIPI oleh masyarakat, seperti POH. “Masyarakat tidak usah takut dengan alih teknologi, karena teknologi sifatnya mempermudah kehidupan dan memberi nilai tambah,” ujar Mego di sela-sela Diseminasi Kemampuan Iptek LIPI di Desa Pandansari, Kecamatan Sine, Ngawi pada Kamis (15/6/2016) lalu.

Menurut Mego, dengan mengoptimalkan penggunaan POH, selain hasil-hasil pertanian dapat lebih maksimal, harga hasil pertanian tersebut juga dapat lebih bersaing. “Hasil pertanian organik cenderung lebih mahal di pasar, dan ini tentu dapat dimanfaatkan untuk mendukung perekonomian masyarakat,” tutur Mego.

Selain itu, Mego mengimbau agar masyarakat tidak terlalu khawatir akan kelebihan produksi pertanian. “LIPI juga memiliki teknologi pasca panen yang bisa dimanfaatkan agar kelebihan produksi tersebut mampu diolah dan diberikan nilai tambah,” imbuhnya.

Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI, Rofi Munawar yang juga hadir pada kegiatan LIPI kali ini menyampaikan dukungan akan pentingnya modernisasi dalam pertanian melalui alih teknologi seperti LIPI. “Terutama karena Kabupaten Ngawi basis utamanya adalah pertanian dan kehutanan. Ke depannya, saya berharap alih teknologi dapat dilakukan di bidang kelautan juga,” tuturnya.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Ngawi, Marsudi mengimbuhkan, peningkatan hasil pertanian yang juga karena penggunaan POH terasa sepanjang 2016 karena Ngawi terkategori surplus padi. “Todal padi yang dipanen sekitar 880.000 ton gabah kering giling. Dan, hanya 20% yang dikonsumsi oleh masyarakat Ngawi,” ujarnya. Sedangkan, sisa kelebihan sekitar 80% disumbangkan untuk swasembada nasional, tutupnya. (p/mr)